Ia
masih bocah, masih duduk di bangku kelas 3 SD. Suatu kali ustadz di
kelasnya memotivasi para siswa untuk menjaga shalat shubuh berjamaah.
Bagi sang bocah, Shubuh merupakan sesuatu yang sulit untuk dikerjakan.
Namun sang bocah telah bertekad untuk menjalankan shalat shubuh di masjid. Lalu dgn cara bagaimana anak ini memulainya? Meminta ayah dan ibunya untuk membangunkannya dengan alarm?...tidak!
Ternyata Sang anak nekat tak tidur semalaman lantaran takut bangun kesiangan. Semalaman sang anak begadang, hingga tatkala adzan berkumandang, iapun ingin segera keluar menuju masjid.
Tapi...tatkala ia membuka pintu rumahnya. Suasana
sangat gelap, pekat, sunyi, senyap...membuat nyalinya menjadi ciut.
Tahukah Anda, apa yg ia lakukan kemudian? Saat itu, sang bocah mendengar
langkah kaki kecil dan pelan, dengan diiringi suara tongkat memukul
tanah...Ya...ada kakek-kakek berjalan dengan tongkatnya
Sang
bocah yakin, kakek itu sedang berjalan menuju masjid, maka ia pun
mengikuti di belakangnya tanpa sepengetahuan sang kakek. Begitupula cara
ia pulang dari masjid. Bocah
itu menjadikan itu sebagai kebiasaan. Begadang malam, shalat shubuh
mengikuti kakek2. Dan ia tidur setelah shubuh hingga menjelang sekolah
Tak
ada orang tuanya yang tahu, selain hanya melihat sang bocah lebih
banyak tidur di siang hari daripada bermain. Dan ini dilakukan sang
bocah agar bisa begadang malam. Hingga suatu hari, Terdengar kabar olehnya, kakek2 itu meninggal dunia
Sontak,
si bocah menangis sesenggukan. Sang ayah demikian heran...”Mengapa kamu
menangis, nak? Ia bukan kakekmu...bukan siapa-siapa kamu!”
Saat
si ayah mengorek sebabnya, sang bocah justru bertambah deras tangisnya
sembari berkata, “kenapa bukan ayah saja yang meninggal?”
“A’udzu billah..., kenapa kamu berbicara seperti itu?” kata sang ayah kaget.
Si
bocah berkata, “Mengapa tidak ayah saja yang meninggal, ayah tidak
pernah membangunkan aku shalat Shubuh, dan mengajakkku ke masjid.
Sementara kakek itu, meskipun sudah tua....setiap pagi saya bisa
berjalan di belakangnya untuk shalat Shubuh berjamaah.”
ALLAHU
AKBAR! Lidah sang ayah berubah kelu, tenggorokannya tercekat dalam,
matanya berkaca kaca, hingga lambat laun mengalirlah air matanya deras
tak terbendung.
“Rabbana hablanaa min azwaajina qurrata a’yun waj’alna lil muttaqiina imaama..”
Sumber : http://situs-lakalaka.blogspot.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar