Sudah banyak orang mungkin yang mengetahui tentang Junk food
yang tak memiliki nilai gizi dan malah akan membuat kita menjadi sangat
tidak sehat. Kandungan kalori yang tinggi pun dapat membuat kita
terkena Obesitas atau kolestrol.
Dan selama bertahun-tahun ini, tak sedikit produsen junk food yang menyembunyikan rahasia kotornya. Dikutip dari riskydhe.mywapblog.com , inilah beberapa kenyataan yang wajib Anda tahu soal junk food.
- Fakta 1
Tahu gak kalau Saus sambal dan sayap ayam yang biasa kita santap di resto Fast Food itu mengandung silicon dioxide, atau yang biasa kita sebut Pasir. Itulah yang membuat rasa renyah dan crispy pada hidangan tersebut, Gila kan?
- Fakta 2
Sebagian besar produsen daging kemasan
mengolah daging dari ribuan sapi sekaligus. Resiko penularan penyakit
tentunya cukup besar, oleh karena itu pabrik mengatasinya dengan
memandikan sapi menggunakan gas amoniak. Dan tentu saja hal tersebut
sangat tidak baik bagi kesehatan tubuh.
- Fakta 3
Dulu lean beef atau
daging sapi tanpa lemak dijadikan makanan untuk anjing. Tapi sekarang,
lean beef kalengan juga dikonsumsi manusia. Nah, tambah gila lagi kan?
- Fakta 4
Jika kamu makan makanan fast food berwarna orange kecoklatan yang
rasanya agak pahit, warna tersebut bukan berasal dari buah-buahan atau
tanaman, melainkan dari urine atau air kencing berang-berang yang
menjadi pewarna alami. Wah…
- Fakta 5
Carmine atau pewarna merah tua berasal dari organ dalam dactylopius coccus yang dihancurkan.
- Fakta 6
Sebagian restoran membuat roti sandwich dengan menambahkan bahan kimia amonnium sulfateuntuk
membuat ragi bekerja lebih maksimal sehingga roti benar-benar
mengembang. Dan bahan tersebut sangat berbahaya bagi tubuh jika di
konsumsi terus menerus.
- Fakta 7
Tahukah Anda bahwa sebagian besar roti menggunakan l-cysteine, amino acid yang berasal dari bulu bebek dan rambut manusia untuk mengempukkan roti??? Dan itulah faktanya.
- Fakta 8
Sebagian besar makanan yang membutuhkan pelumas agar tetap moist (seperti mayonaise) mengandung propylene glycerol. Bahan tersebut dapat menyebabkan iritasi pada kulit dan mata.
- Fakta 9
Setelah mengetes bulu ayam potong, John Hopkins University
menemukan banyak kandungan kimia yang berasal dari obat-obatan, kafein,
serta makanan yang seharusnya tidak diberikan kepada ayam.
Dan, ya itulah ayam yang kita makan di resto Fast Food, masih ingin menyantapnya terus setelah tahu tentang hal ini?
- Fakta 10
Sebagian besar restorant fast food menggunakan dimethylpolysiloxane sebagai salah satu bahan untuk memasak ayam. Dan bahan kimia tersebut biasanya digunakan juga untuk pembuatan sililon payudara.
Sumber: terselubung.in
Minggu, 09 Maret 2014
10 Tradisi Unik Lebaran di Dunia
Lebaran atau hari raya Idul Fitri
merupakan hari yang paling membahagiakan bagu umat islam diseluruh
dunia sebab pada hari raya Idul Fitri umat muslim sedunia merayakan
kemenangan setelah berpuasa menahan hawa nafsu selama satu bulan penuh.
Ternyata tidak hanya di Indonesia saja yang memiliki tradisi dalam
menyambut lebaran di berbagai belahan negara di dunia juga memiliki cara cara
tersendiri untuk merayakan hari lebaran Idul Fitri, kamu mau tahu
tradisi semacam apa iti simak 10 tradisi unik lebaran di berbagai negara
di dunia seperti dikutip dari palingseru.com.
1. Australia
Sebagai salah satu negara terdekat dari Indonesia, Australia merayakan Lebaran dengan cukup meriah. Hal ini tentu sangat istimewa mengingat Australia bukan negara muslim. Perusahaan memberikan toleransi kepada karyawan yang muslim untuk mendapat libur, kawasan yang mayoritas muslim pun dapat menggunakan jalanan umum untuk shalat Ied. Australia memang negara sekuler yang memberikan kebebasan kepada masyarakatnya untuk mempraktikkan ajaran agamanya masing-masing.
2. Arab Saudi
Di Riyadh, Arab Saudi, perayaan Lebaran kental dengan kesenian. Sejumlah pagelaran diadakan, misalnya teater, baca puisi, parade, dan pertunjukan musik. Para saudara kita di sana mendekorasi rumahnya agar terlihat meriah dan menarik. Bila Indonesia punya ketupat dan opor ayam, Arab Saudi punya daging domba yang dicampur nasi dan sayuran tradisional. Hal ini juga terjadi di Sudan, Suriah, dan beberapa negara Timur Tengah lainnya.
3. China
Mengunjungi makam leluhur, membersihkan dan mempersembahkan doa adalah tradisi saudara kita di China sana. Tradisi doa ini pun dilakukan khusus untuk menghormati ratusan ribu muslim yang tewas selama Dinasti Qing dan selama Revolusi Kebudayaan. Lebaran ditetapkan sebagai hari libur dan saat itu kaum pria mengenakan jas khas dan kopiah putih, sementara wanita memakai baju hangat dan kerudung setengah tutup. Seusai salat Ied, umat muslim makan-makan dan bersilaturahmi.
4. Turki
Festival Gula atau Seker Bayram merupakan nama untuk Idul Fitri bagi orang Turki. Kemungkinan sebutan ini muncul karena tradisi mereka saling mengantarkan manisan di hari raya Idul Fitri. Seperti tradisi sungkem di Indonesia, anak-anak di sana juga bersalaman dan sembah sujud kepada orangtua. Kemudian orangtua membalas dengan ciuman di kedua pipi sebagai simbol kasih sayang. Setelah itu, anak-anak pun mendapatkan hadiah berupa koin uang, permen, atau manisan.
5. Malaysia
Tradisi merayakan Lebaran di negeri tetangga itu ternyata tak jauh berbeda dari masyarakat di Indonesia. Malah bisa dibilang sangat mirip. Sebagai hidangan khas, masyarakat Malaysia makan ketupat, lemang, lontong, dan rendang. Setelah shalat Id, mereka berziarah ke makam kerabat. Di rumah, anak-anak akan memberikan hormat kepada orangtua. Orang yang sudah dewasa dan berpenghasilan memberikan uang kepada kerabat yang lebih muda.
6. Suriname
Negara ini bisa dikata memiliki kedekatan psikologis dengan Indonesia karena sebagian penduduk Suriname merupakan keturunan suku Jawa yang dikirim ke negeri itu sebagai kuli kontrak pada masa penjajahan Belanda. Tradisi ied mubarok (lebaran) di negara ini bisa dibilang sangat unik karena penetapan hari Lebaran dilakukan berdasarkan perhitungan mereka sendiri dengan menggunakan prajangka atau perhitungan ala primbon Jawa peninggalan nenek moyang sejak ratusan tahun lalu.
7. Afrika Selatan
Setiap tahun orang-orang akan berkumpul di Green Point, Cape Town, untuk menyaksikan datangnya hari terakhir Ramadhan bersama kerabat sambil berbuka puasa. Setelah maghrib, biasanya diumumkan tentang datangnya hari raya lebaran dan masyarakat berkesempatan untuk melaksanakan shalat Id yang dilanjutkan dengan berkunjung ke rumah sanak saudara.
8. India
Pemeluk islam di India biasanya akan berkumpul di Jama Masjid yang terletak di New Delhi untuk melakukan shalat Id. Masjid ini menjadi pusat perayaan Idul Fitri di New Delhi, ibu kota India. Mereka juga menyiapkan hidangan khusus yang disebut dengan siwaiyaan, yakni campuran bihun manis dengan buah kering dan susu. Siwaiyaan hadir dalam beragam bentuk dan warna.
9. Fiji
Di negara kecil Fiji pun terdapat tradisi serupa. Negara tersebut memang mayoritas non-Muslim. Namun, ada tradisi unik dalam perayaan Idul Fitri. Hidangan spesial khas Idul Fitri adalah samai, mi manis yang dicampur dengan susu. Samai disajikan bersama samosas, sejenis kari ayam atau daging. Uniknya, hanya kaum pria yang datang ke masjid untuk shalat Id.
10. Amerika Serikat
Seperti dikutip dari laman VOA, komunitas masyarakat muslim yang ada di negara ini menginformasikan datangnya hari raya lebaran melalui sambungan telepon ataupun internet (e-mail). Uniknya, karena mayoritas muslim disana merupakan kalangan imigran, maka pakaian yang dikenakan berwarna-warni sesuai dengan negara asalnya. Selesai shalat, dilanjutkan dengan saling mengucapkan Happy Eid atau Eid Mubarak antarsesama jemaah Shalat Id, para kenalan dekat dan kaum kerabat.
Sumber: terselubung.in
1. Australia
Sebagai salah satu negara terdekat dari Indonesia, Australia merayakan Lebaran dengan cukup meriah. Hal ini tentu sangat istimewa mengingat Australia bukan negara muslim. Perusahaan memberikan toleransi kepada karyawan yang muslim untuk mendapat libur, kawasan yang mayoritas muslim pun dapat menggunakan jalanan umum untuk shalat Ied. Australia memang negara sekuler yang memberikan kebebasan kepada masyarakatnya untuk mempraktikkan ajaran agamanya masing-masing.
2. Arab Saudi
Di Riyadh, Arab Saudi, perayaan Lebaran kental dengan kesenian. Sejumlah pagelaran diadakan, misalnya teater, baca puisi, parade, dan pertunjukan musik. Para saudara kita di sana mendekorasi rumahnya agar terlihat meriah dan menarik. Bila Indonesia punya ketupat dan opor ayam, Arab Saudi punya daging domba yang dicampur nasi dan sayuran tradisional. Hal ini juga terjadi di Sudan, Suriah, dan beberapa negara Timur Tengah lainnya.
3. China
Mengunjungi makam leluhur, membersihkan dan mempersembahkan doa adalah tradisi saudara kita di China sana. Tradisi doa ini pun dilakukan khusus untuk menghormati ratusan ribu muslim yang tewas selama Dinasti Qing dan selama Revolusi Kebudayaan. Lebaran ditetapkan sebagai hari libur dan saat itu kaum pria mengenakan jas khas dan kopiah putih, sementara wanita memakai baju hangat dan kerudung setengah tutup. Seusai salat Ied, umat muslim makan-makan dan bersilaturahmi.
4. Turki
Festival Gula atau Seker Bayram merupakan nama untuk Idul Fitri bagi orang Turki. Kemungkinan sebutan ini muncul karena tradisi mereka saling mengantarkan manisan di hari raya Idul Fitri. Seperti tradisi sungkem di Indonesia, anak-anak di sana juga bersalaman dan sembah sujud kepada orangtua. Kemudian orangtua membalas dengan ciuman di kedua pipi sebagai simbol kasih sayang. Setelah itu, anak-anak pun mendapatkan hadiah berupa koin uang, permen, atau manisan.
5. Malaysia
Tradisi merayakan Lebaran di negeri tetangga itu ternyata tak jauh berbeda dari masyarakat di Indonesia. Malah bisa dibilang sangat mirip. Sebagai hidangan khas, masyarakat Malaysia makan ketupat, lemang, lontong, dan rendang. Setelah shalat Id, mereka berziarah ke makam kerabat. Di rumah, anak-anak akan memberikan hormat kepada orangtua. Orang yang sudah dewasa dan berpenghasilan memberikan uang kepada kerabat yang lebih muda.
6. Suriname
Negara ini bisa dikata memiliki kedekatan psikologis dengan Indonesia karena sebagian penduduk Suriname merupakan keturunan suku Jawa yang dikirim ke negeri itu sebagai kuli kontrak pada masa penjajahan Belanda. Tradisi ied mubarok (lebaran) di negara ini bisa dibilang sangat unik karena penetapan hari Lebaran dilakukan berdasarkan perhitungan mereka sendiri dengan menggunakan prajangka atau perhitungan ala primbon Jawa peninggalan nenek moyang sejak ratusan tahun lalu.
7. Afrika Selatan
Setiap tahun orang-orang akan berkumpul di Green Point, Cape Town, untuk menyaksikan datangnya hari terakhir Ramadhan bersama kerabat sambil berbuka puasa. Setelah maghrib, biasanya diumumkan tentang datangnya hari raya lebaran dan masyarakat berkesempatan untuk melaksanakan shalat Id yang dilanjutkan dengan berkunjung ke rumah sanak saudara.
8. India
Pemeluk islam di India biasanya akan berkumpul di Jama Masjid yang terletak di New Delhi untuk melakukan shalat Id. Masjid ini menjadi pusat perayaan Idul Fitri di New Delhi, ibu kota India. Mereka juga menyiapkan hidangan khusus yang disebut dengan siwaiyaan, yakni campuran bihun manis dengan buah kering dan susu. Siwaiyaan hadir dalam beragam bentuk dan warna.
9. Fiji
Di negara kecil Fiji pun terdapat tradisi serupa. Negara tersebut memang mayoritas non-Muslim. Namun, ada tradisi unik dalam perayaan Idul Fitri. Hidangan spesial khas Idul Fitri adalah samai, mi manis yang dicampur dengan susu. Samai disajikan bersama samosas, sejenis kari ayam atau daging. Uniknya, hanya kaum pria yang datang ke masjid untuk shalat Id.
10. Amerika Serikat
Seperti dikutip dari laman VOA, komunitas masyarakat muslim yang ada di negara ini menginformasikan datangnya hari raya lebaran melalui sambungan telepon ataupun internet (e-mail). Uniknya, karena mayoritas muslim disana merupakan kalangan imigran, maka pakaian yang dikenakan berwarna-warni sesuai dengan negara asalnya. Selesai shalat, dilanjutkan dengan saling mengucapkan Happy Eid atau Eid Mubarak antarsesama jemaah Shalat Id, para kenalan dekat dan kaum kerabat.
Sumber: terselubung.in
Sepi Ing Pamrih, Rame Ing Gawe
Ini
perempatan yang pernah membuatku misuh dahulu. Bukan mengumpati
kemacetannya, melainkan mengumpati diriku sendiri. Kedongkolan hatiku di
tengah hujan deras tanpa mantel hujan, sambil tikang-tikung menyelinap barisan mobil-mobil
mewah yang merayap pelan, kulihat lelaki paruh baya sedang bersusah
payah menarik gerobak sampah di ujung jalan. Benar-benar membuatku
misuhi diriku sendiri, “Asu!”
Kalau kau pernah lewat perempatan Brimob Baciro, kau pasti memperhatikan orang-orang ini. Minimal, melihat mereka. Di sana kau lihat seorang nenek tua yang menggelar dagangannya berupa sapu lidi sederhana di trotoar Jalan Kompol Suprapto, ada juga seorang lelaki paruh baya pengidap polio yang stand-by di lampu lalu lintas berjualan koran.
Sumber: budairi.com
Kalau kau pernah lewat perempatan Brimob Baciro, kau pasti memperhatikan orang-orang ini. Minimal, melihat mereka. Di sana kau lihat seorang nenek tua yang menggelar dagangannya berupa sapu lidi sederhana di trotoar Jalan Kompol Suprapto, ada juga seorang lelaki paruh baya pengidap polio yang stand-by di lampu lalu lintas berjualan koran.
“Pak, korannya masih?” tanyaku.
“Hihya.. Bahih..” jawabnya agak tidak jelas. Akupun menyodorkan telingaku agar bisa memahaminya.
Memang, ia tak bisa mengucapkan kata-kata dengan jelas. Cara berjalannya pun tertatih-tatih pincang. Orang-orang kebanyakan menyebutnya cacat fisik. Aku tak setuju, tidak ada ciptaan Tuhan Sang Maha Sempurna yang cacat. Semuanya pas dalam kodratnya masing-masing.
“Huhiah himana?” tanyanya, mungkin maksudnya, “Kuliah di mana?”
“Di UIN Pak. Ini habis dari kampus, ada acara wisuda,” jawabku segamblang mungkin.
“Hoooh.. Hahu hizuha?” tanyanya lagi, menanyakan apakah aku juga ikut wisuda.
“Waah belum.. Doakan ya Pak.. hehe..” sahutku lirih, “Dari jam berapa jualan Pak?”
Ia jawab sudah berjualan sejak jam delapan pagi. Dan sekarang sudah jam dua siang. Lima puluh eksemplar koran Tribun dagangannya kuhitung tinggal sisa sebelas, masing-masing dijual seribu perak. Jika hujan, otomatis tak ada pemasukan.
Seratus meter dari lampu lalu lintas ke arah barat, kau akan lihat seorang nenek anteng duduk selonjor di trotoar. Bukan mengemis, ia berjualan sapu lidi.
“Berapa harga sapunya, Mbah?” tanyaku sambil milih-milih sapu yang kokoh ikatannya.
“Tiga ribu, Mas,” jawab simbah sangat pelan, hampir tak terdengar.
Dari dua puluh lima sapu lidi yang dibawanya sejak pagi tadi, sudah lima sapu yang laku. Dan itu rata-rata penghasilannya setiap hari.
“Mbah rumahnya dimana? Ini sapu buatan Mbah sendiri?” tanyaku agak pelan.
“Oh iya. Ini sapu saya. Rumah saya Kulonprogo,” jelas simbah sambil memilihkan sapu buatku.
Setiap pagi ia berangkat dari Kulonprogo yang berjarak puluhan kilo dari tempatnya berdagang, diantar oleh seorang kerabat. Aku tak sempat tanya kenapa ia memilih tempat ini untuk berjualan. Jika kebetulan hujan, ia akan menumpang berteduh di bangunan-bangunan pinggir jalan itu. Dan praktis, tidak ada yang beli.
Kau tidak usah bertanya di mana keluarga atau anak cucunya. Atau mengapa di usia yang begitu senja ia masih gigih berjualan begitu jauh dari kampung halamannya. Selain faktor kebutuhan, ada satu sisi yang perlu kau tahu tentang orang-orang tua kita, yaitu etos kerja. Jiwa-jiwa mandiri semacam ini bisa bertahan hidup walau tanpa negara sekalipun, bahkan kadang adanya negara justru merepotkan mereka dengan berbagai aturan pembatasan, bukan pemberdayaan.
Jiwa berkarya yang mereka miliki mengukir kepribadian yang tidak manja. Mereka akan tetap bekerja, asalkan halal dan tak hina. Berbeda dengan sudut pandang kebanyakan anak muda jaman sekarang –mungkin termasuk saya - tentang ‘pekerjaan’. Kita menganggapnya sebagai suatu hal yang prestisius, gengsi dan ‘pamrih-oriented’. Kita banyak berkoar tanpa secuilpun karya. Sedangkan mereka yang beretos kerja tinggi, selalu berupaya berkarya sekecil apapun, tanpa umbar bualan. Atau kata orang Jawa; “Sepi ing pamrih, rame ing gawe.”
~
Sambil kucium tangannya, aku pamit kepada simbah. Ia tersenyum sumringah, senyuman cerah yang menyeruak lubuk hati pemandangnya. Mampir di Masjid Sultan Agung untuk istirahat sebentar, kudengar takbir membahana dari kawan-kawan KAMMI yang sedang beragenda. Melewati Jalan Tamansiswa, nampak mahasiswa-mahasiswa desain DKV ramai menggelar lapak gratis di depan kampusnya. Dan sampai di pelataran Pesantren Krapyak, beberapa santri terlihat sibuk merapal ayat-ayat suci.
Ah, semarak nian hidup ini.
“Hihya.. Bahih..” jawabnya agak tidak jelas. Akupun menyodorkan telingaku agar bisa memahaminya.
Memang, ia tak bisa mengucapkan kata-kata dengan jelas. Cara berjalannya pun tertatih-tatih pincang. Orang-orang kebanyakan menyebutnya cacat fisik. Aku tak setuju, tidak ada ciptaan Tuhan Sang Maha Sempurna yang cacat. Semuanya pas dalam kodratnya masing-masing.
“Huhiah himana?” tanyanya, mungkin maksudnya, “Kuliah di mana?”
“Di UIN Pak. Ini habis dari kampus, ada acara wisuda,” jawabku segamblang mungkin.
“Hoooh.. Hahu hizuha?” tanyanya lagi, menanyakan apakah aku juga ikut wisuda.
“Waah belum.. Doakan ya Pak.. hehe..” sahutku lirih, “Dari jam berapa jualan Pak?”
Ia jawab sudah berjualan sejak jam delapan pagi. Dan sekarang sudah jam dua siang. Lima puluh eksemplar koran Tribun dagangannya kuhitung tinggal sisa sebelas, masing-masing dijual seribu perak. Jika hujan, otomatis tak ada pemasukan.
Seratus meter dari lampu lalu lintas ke arah barat, kau akan lihat seorang nenek anteng duduk selonjor di trotoar. Bukan mengemis, ia berjualan sapu lidi.
“Berapa harga sapunya, Mbah?” tanyaku sambil milih-milih sapu yang kokoh ikatannya.
“Tiga ribu, Mas,” jawab simbah sangat pelan, hampir tak terdengar.
Dari dua puluh lima sapu lidi yang dibawanya sejak pagi tadi, sudah lima sapu yang laku. Dan itu rata-rata penghasilannya setiap hari.
“Mbah rumahnya dimana? Ini sapu buatan Mbah sendiri?” tanyaku agak pelan.
“Oh iya. Ini sapu saya. Rumah saya Kulonprogo,” jelas simbah sambil memilihkan sapu buatku.
Setiap pagi ia berangkat dari Kulonprogo yang berjarak puluhan kilo dari tempatnya berdagang, diantar oleh seorang kerabat. Aku tak sempat tanya kenapa ia memilih tempat ini untuk berjualan. Jika kebetulan hujan, ia akan menumpang berteduh di bangunan-bangunan pinggir jalan itu. Dan praktis, tidak ada yang beli.
Kau tidak usah bertanya di mana keluarga atau anak cucunya. Atau mengapa di usia yang begitu senja ia masih gigih berjualan begitu jauh dari kampung halamannya. Selain faktor kebutuhan, ada satu sisi yang perlu kau tahu tentang orang-orang tua kita, yaitu etos kerja. Jiwa-jiwa mandiri semacam ini bisa bertahan hidup walau tanpa negara sekalipun, bahkan kadang adanya negara justru merepotkan mereka dengan berbagai aturan pembatasan, bukan pemberdayaan.
Jiwa berkarya yang mereka miliki mengukir kepribadian yang tidak manja. Mereka akan tetap bekerja, asalkan halal dan tak hina. Berbeda dengan sudut pandang kebanyakan anak muda jaman sekarang –mungkin termasuk saya - tentang ‘pekerjaan’. Kita menganggapnya sebagai suatu hal yang prestisius, gengsi dan ‘pamrih-oriented’. Kita banyak berkoar tanpa secuilpun karya. Sedangkan mereka yang beretos kerja tinggi, selalu berupaya berkarya sekecil apapun, tanpa umbar bualan. Atau kata orang Jawa; “Sepi ing pamrih, rame ing gawe.”
~
Sambil kucium tangannya, aku pamit kepada simbah. Ia tersenyum sumringah, senyuman cerah yang menyeruak lubuk hati pemandangnya. Mampir di Masjid Sultan Agung untuk istirahat sebentar, kudengar takbir membahana dari kawan-kawan KAMMI yang sedang beragenda. Melewati Jalan Tamansiswa, nampak mahasiswa-mahasiswa desain DKV ramai menggelar lapak gratis di depan kampusnya. Dan sampai di pelataran Pesantren Krapyak, beberapa santri terlihat sibuk merapal ayat-ayat suci.
Ah, semarak nian hidup ini.
Sumber: budairi.com
Langganan:
Postingan (Atom)